Euforia Pemilihan Lurah Kab. Tangerang


Pemilu merupakan barang yang sudah dianggap lazim di negeri ini. Hak rakyat untuk menentukan pemimpinnya sendiri baik di tingkat negara, propinsi, kabupaten, kota, bahkan hingga tingkat desa sekalipun ada. Rakyat diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk menentukan siapa diantara calon - calon pemimpin tersebut yang akan diberikan amanah untuk memimpin mereka selama periode 5 tahun ke depan.

Di Kabupaten Tangerang sekarang sedang diramaikan oleh pemilihan kepala desa yang akan dilaksanakan di bulan Juni ini. Spanduk-spanduk, poster, baliho, atau hanya skedar kain kain sobek yang digantung untk mencirikan warna yang diusung oleh para calon bertebaran di mana-mana. Di jalan raya yang besar, di gang-gang perkampungan, di kendaraan umum, dan di tempat-tempat lainnya.

Dalam hati berfikir, apa yang hendak ingin didapatkan oleh para calon tersebut hingga rela menghabiskan dana berjuta-juta rupiah untuk terpilihnya mereka mejadi kepala desa di kawasan mereka? Murni kah ingin menyejahterakan rakyat menyerupai tercantum di tagline spanduk-spanduk mereka. Ataukah ingin popularitas? Hmm... Rasanya kepala desa tidak terlalu menarik jikalau ingin terkenal (mending kayak arya wiguna saja). Atau... Jabatan tersebut yaitu salah satu wadah "investasi". Hmmm... Mungkin ya mungkin tidak.  (klik judul untuk lanjut membaca)


Demokrasi itu mahal, ya saya rasa sangat mahal. Mau jadi pemimpin? Sedia duit dulu. Modal. Yah memangnya bikin spanduk, poster, baliho, bayar tim sukses g pake uang? Hm... Udah ngeluarin uang banyak berarti "Harus balik modal". Kecuali memang yang nyalon kades tersebut dari orang yang sangat kaya dan dermawan. Kaprikornus mengabdikan dirinya untuk masyarakat. Namun kenyataan kebanyakan calon kepala desa tersebut bukan dari golongan yang kaya secara materi. Lantas, bagaimana cara balik modal. Tentu para pembaca tahu maksud saya. Dan apa yang akan terjadi selanjutnya.

Euforia pemilihan kepala desa di kabupaten Tangerang ini juga mungkin telah membutakan masyarakat akan nilai-nilai kejujuran dan pemberian amanah. Yah, dapet uang beberapa puluh ribu rupiah atau kaos kampanye atau sembako mengatasnamakan bansos untuk "menyuap" rakyat juga sudah jadi barang lumrah di negeri ini. Rakyat cuma sanggup mikir "yah tidak mengecewakan buat beli rokok sama beras, milih yang ngasih duit aja". Yah, itulah harga kepercayaan rakyat gampang didapatkan ketika kampanye dengan memberi fulus, kaos, atau sembako. Padahal itu semua adlah "investasi", yang selanjutnya akan dibalik modal dengan cara ... Yah jalan yang harusnya diaspal 2000 meter jadi 1500 meter... Raskin yang 2 ton jadi 1,5 ton...anggaran yang sekian juta dibikin dua kian juta... Atau malah bikin "kuitansi-kuitansian". Yah semua itu yaitu cara yang MUNGKIN dilakukan semoga balik modal tadi.

Mungkin cuma pemilu di negeri antah berantah sana yang benar-benar 100 prosen jujur. Negeri dimana masyarakatnya mempunyai "harga diri" semuanya. Negeri dimana para pemimpinnya berwujud manusia, tapi berhati malaikat. Negeri dimana para penegak hukumnya tidak kenal yang namanya "fulus". Negeri dimana istilah "korupsi" tidak pernah diketahui hingga ada yang bilang "makanan apaan tuh?". Dimanakah negeri itu? Saya tahu dimana :)
Di negeri ANTAHBERANTAH. Yah...Mudah-mudahan minimal kabupaten tangerang tercinta ini minimal sanggup 10 persen menyerupai dengan negeri antah berantah itu.

Selamat menentukan kepala desa buat warga tangerang kabupaten. Selamat berdemokrasi ria dan nyoblos calon. Entah kumisnya, matanya, idungny, pecinya, atau anunya (eh...maksudnya gambarnya), terserah. Karena dengan sistem demokrazy ini, yah mau tidak mau begitulah cara menentukan pemimpin :) atau...mau golput? Silahkan! itu hak anda.

0 Response to "Euforia Pemilihan Lurah Kab. Tangerang"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel